Sebagaimana telah diamanatkan dalam konstitusi, pelayanan dan peningkatan pendidikan adalah salah satu tugas utama negara. Pemerintah wajib mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan yang bersifat nasional bagi warga negara, terutama untuk pendidikan dasar, di mana semua warga negara diharuskan mengikutinya.
Meski menjadi tugas pokok pemerintah, akan tetapi keterlibatan publik juga diperbolehkan, bahkan diperlukan, dalam rangka mendorong peningkatan layanan dan kualitas bidang pendidikan itu sendiri. Demikian dikatakan Yani Panigoro, Ketua Pembina Medco Foundation, saat memberi sambutan dalam seminar nasional bertema partisipasi publik di bidang pendidikan yang diselenggarakan di Paramadina Graduate School , Jakarta, 31 Mei 2016.
“Kami sepakat bahwa urusan pendidikan tidak hanya menjadi urusan pemerintah. Kami sebagai pecinta pendidikan tentu juga bisa berkontribusi dalam bidang pendidikan. Semua pihak bisa berkontribusi sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing,” kata Yani. “Kami dari Medco Group, melalui Medco Foundation, terlah berpartner dan bersinergi dengan berbagai pihak yang bergerak di bidang pendidikan, tiada lain hal itu sebagai bagian dari kontribusi kami di bidang pendidikan.”
Yani mengakui bahwa salah satu persoalan yang terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia adalah kesenjangan. Ia pun berharap upaya mengurangi kesenjangan itu bisa terbantu dengan adanya teknologi informasi dan digital yang saat ini berkembang pesat. “Mudah-mudahan pendidikan bisa lebih merata dengan adanya revolusi teknologi digital ini. Mungkin hal ini juga harus diamati dan diteliti oleh para peneliti bahwa teknologi bisa merubah tata cara pendidikan meski pun konten pendidikan tetaplah harus mengajarkan moral dan budi pekerti,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Ilza Mayuni, Kepala Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan (PASKA) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kebudayaan Republik Indonesia, mengungkapkan bahwa partisipasi publik diperlukan dalam dunia pendidikan. “Pemerintah perlu mitra-mitra strategis sesuai dengan kepasitas masing-masing. Sebab pendidikan kita dilakukan untuk melayani dan memenuhi kebutuhan 44 juta anak-anak usia sekolah serta ratusan ribu lain yang putus sekolah,” ujarnya.
Sedangkan Judith Dipodiputro, Ketua Pokja Papua yang juga menjadi salah satu pembicara dalam seminar tersebut, menyebutkan bahwa partisipasi publik dalam bidang pendidikan harus dilakukan dengan mempertimbangkan tiga hal penting. Yang pertama dari tiga hal penting itu adalah bahwa partisipasi publik tetap harus menghadirkan negara. Negara tidak boleh absen dengan adanya partispasi publik, sebab penyelenggaraan pendidikan merupakan tugas negara. “Jadi kegiatan seperti CSR dari perusahaan tidak boleh diminta. Pemerintah lah yang harus menganggarkan kegiatan pendidikan,” ujarnya.
Kedua, partisipasi publik dalam bidang pendidikan juga harus bisa mensejahterakan masyarakat. “Sedang yang ketiga partisipasi publik untuk pendidikan harus menghasilkan revolusi mental, untuk menghapus ketiadaan jati diri dan kepribadian yang terjadi selama ini,” ungkapnya.
Seminar yang diselenggarakan oleh Paramadina Public Policy Institute (PPPI) dan Alumni Boston University Indonesia ini dibuka dengan sambutan dari Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Firmanzah. Sementara beberapa pembicara lain yang turut berpartispasi dalam kegiatan ini adalah Bima P. Santoso (Direktur PPPI), Najeela Shihab (pendiri Sekolah Cikal), Eugene Mahr (Boston University), dan Irene Umar (Direktur One Indonesia) sebagai moderator. ***