Saat Pemerintah Cina mulai menutup banyak rumah sakit darurat yang dibangun untuk menangani pasien terinfeksi COVID-19, dunia dikejutkan ledakan kasus baru; Italia. Mudah untuk menebak alasan virus Corona bisa menyebar sangat cepat di selatan Eropa. Antisipasi yang buruk.
Pada pekan terakhir Februari 2020, tiga pekan setelah kasus pertama diumumkan, otoritas di Italia mengeluarkan dekrit untuk membatasi ruang gerak penduduk di zona merah infeksi Corona. Meski kemudian banyak akses keluar-masuk Italia ditutup, orang-orang di dalam negara masih bergerak bebas dan saling bertemu. Beberapa pertandingan sepak bola masih digelar terbuka. Laga Lazio kontra Bologna di Stadion Olimpico, Roma, dihadiri 40.000 penonton.
Italia kecolongan. Per 12 Maret, jumlah kasus COVID-19 di negara ini mencapai 15.113 kasus dengan 1.016 kematian. Terbesar setelah Cina. Kasus di Italia melonjak dari beberapa ratus pada minggu ketiga Februari menjadi lebih dari 3.000 pada minggu pertama Maret. Ledakan kasus ini menjadi alarm tanda bahaya bagi 110 negara lain di dunia yang sudah mengonfirmasi kasus COVID-19.
Laporan situasi global Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 12 Maret menyebut ada 125.048 kasus Corona di seluruh dunia, bertambah 6.729 kasus baru dalam sehari, dengan pasien meninggal dunia 4.613 orang.
Hingga hari ini Indonesia memiliki 34 kasus COVID-19. Dua pasien meninggal dunia. Kecil, sangat jomplang jika dibandingkan jumlah kasus di Italia atau Cina. Angka ini, mungkin, membuat kita kurang awas dan santai. Lihat saja setiap hari orang-orang rutin datang ke pasar yang kotor dan becek, berdesak-desakan di kereta rel listrik, ramai-ramai ke bioskop, bersenda tawa di food court, atau riang gembira di kehebohan car free day, padahal sadar sedang dibayang-bayangi oleh wabah yang menular sangat cepat.
Sayangnya, kontrol yang diberlakukan masih sangat longgar. Setelah COVID-19 muncul di Wuhan pada Desember tahun lalu, hampir 800 ribu wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia per Januari 2020. Bandara Internasional Ngurah Rai di Bali menjadi pintuk paling terbuka, dengan jumlah kedatangan 526.823 turis asing.
Sepatutnya Indonesia segera mengambil langkah terukur, sambil membangun pusat penanganan pasien infeksi Corona yang terintegrasi dan mencegah warganya “terbunuh” oleh hoax dan kepanikan. Tindakan yang bisa dicoba di antaranya:
- Batasi akses masuk bagi warga negara asing.
- Batalkan kegiatan yang melibatkan banyak orang.
- Di daerah zona merah, sekolah dan perkuliahan diliburkan sementara.
- Perusahaan mengizinkan karyawan bekerja di rumah.
- Pengawasan di pabrik dan perkantoran semakin diperketat.
- Bersihkan pasar yang kotor. Kurangi kegiatan berkumpul, namun pasokan bahan baku harus tetap berjalan.
- Batasi pergerakan manusia di semua moda transportasi massal.
- Berlakukan prosedur karantina dan sosialisasikan protokol pencegahan yang baik.
- Tingkatkan kewaspadaan akan kesehatan dan keamanan lingkungan.
Sebelum Maret berlalu, kita akan punya libur Hari Raya Nyepi. Ini bisa jadi momentum bagi pemerintah untuk mencoba memaksa warganya “menyepi”, introspeksi dan latihan serius sebelum menghadapi tantangan sebenarnya. Karena dua bulan setelahnya, akan ada gelombang besar, diperkirakan lebih 23 juta muslim di Indonesia akan mudik hari raya Idul Fitri ke berbagai pelosok Nusantara. Apa jadinya, jika yang dibawa mudik nanti bukan oleh-oleh saja?
Putuskan ini sekarang! Sebelum terlambat. Kita tidak sedang baik-baik saja.
Ampera, 13 Maret 2020.